Tentang Ibu


Meskipun Ibu tak pernah masuk jurusan IKK (Ilmu Kesejahteraan Keluarga: Tata Boga, Tata Busana, Tata Rias). Tapi ia sangat ahli dalam urusan ini. aku yakin kali ini kau tak akan membantahnya!. Karena kau telah merasakan lezatnya masakan yang Ibu buat. Masih ingatkah ketika seragam sekolahmu terlalu besar?. Ia yang mengecilkannya. Hanya dengan bermodal jarum dan benang tanpa mesin jahit. Ah, meski Ibu tak terlalu pandai berdandan ku rasa kau setuju bahwa ia punya kecantikan yang terpancar dari dalam. Inner beauty yang dengannya Ibu berhasil menarik hati Ayah. Ingatkah kau saat ia menata rambutmu. Menyisrnya sebelum kau berangkat sekolah ketika kecil dulu. Kadang kuncir dua lengkap dengan poni. Kadang ia sematkan jepitan berbentuk topi di rambutmu. Jepitan yang masih di ingat oleh teman TK mu dulu. Hingga seolah-olah jepitan topi menjadi ciri khasmu. Lihatlah kau menjadi gadis kecil yang lucu dan manis. Atau mungkin sempat terlupa dari ingatanmu bahwa ia mengusulkan baju adat Padang pada karnaval 17-an dulu. Padahal jelas kau bukan orang Padang. Karena baju adat Padang yang memakai bawahan celana akan lebih memudahkanmu berjalan. Lihatlah kau menjadi pemuda cilik yang gagah.

Ibu pun berhak menyandang gelar SARJANA PSIKOLOGI
Meskipun Ibu tak pernah mempelajari teori perkembangan Piage dan Erickson tapi Ibu mampu memahami saat kau tengah menjalani setiap tahap perkembangan. Ia begitu penuh perhatian saat kau bercerita tentang seorang pujaan hati. Dengan wajah sumringah kau menuturkan setiap momen indah tentang pujaan hatimu. Pun ketika kau tak lagi bercerita tentang sang pujaan hati, kau lebih banyak diam. Ibu tahu sesuatu yang tidak menyenangkan telah terjadi. Dan ibu pun tahu menanyakan kenapa hanyalah akan membuatmu bingung dan sedih… Ketika kau berhasil lulus dari sekolah menengah pertama dan mengekspresikannya dengan mencoret-coret baju, ia tak melarangmu pun Karena kau tidak berlebihan melampiaskan kegembiraanmu. Ibu pun ikut menulis namamu di seragam kebangganmu dengan spidol warna-warni. Namamu yang di akhiri dengan akhiran –ku. Menunjukkan betapa kau miliknya begitu berharga.

aku tahu gelar DOKTER begitu membanggakan dan sulit diraih. Tapi ku rasa ibu berhak menyandangnya. Ingatlah saat kau demam, masuk angin. Ia membalurkan parutan jahe dan bawang merah ke tubuhmu. Ibu tidak mengerokmu karena ia tahu kerokan itu terlalu sakit bagimu. Pun ketika kau diare ia membuatkan larutan gula dan garam untuk menghentikan diaremu. Dan Biidznillah semua itu berhasil menyembuhkan sakitmu…

Kenapa aku lupa?
Bukankah Ibu berhak meraih gelar SARJANA PENDIDIKAN?
Tentu. Sejak awal Ibulah gurumu. Ia mengajarimu dari mulai doa mau tidur, doa mau makan, dan doa-doa sehari-hari lainnya. Saat kau kesulitan menyelesaikan soal perkalian ia membantumu meski terkadang kau lihat ia begitu gemas karena kau sudah mulai bosan. Bukankah ia pula yang pertama kali mengajarimu membaca waktu. Ketika di dapur ia menyuruhmu melihat jam. Dan Ibu hanya bertanya. “Jarum Panjang di angka berapa?. Jarum Pendek di angka berapa?”. Setelah kau memberitahunya. Ia akan menjawab “Oh, jam sekian”. Hingga perlahan-lahan kau mengerti cara membacanya.

Dan Ibu berhak menyandang gelar AHLI GIZI
Bukankah ia telah berusaha dengan uang belanja seadanya, ibu memasak hidangan bermutu agar kau tumbuh menjadi anak yang sehat?

Belum lagi SARJANA PERTANIAN Meski tak memiliki tanah berhektar-hektar.
Tapi Ibu berusaha agar halamannya hijau. Ia begitu memperhatikan tanaman-tanaman di sekitar rumah. 

Kini, setujukah kau jika Ibu berhak mendapat semua gelar itu?

Sumber : https://www.facebook.com/edcoustic

Komentar Anda

Previous Post Next Post