Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat

 



Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat


Oleh: Erik Tauvani


Jum’at, 27 Mei 2022, di usia yang ke-87 minus 4 hari, Allah memanggil Buya Syafii Maarif untuk kembali kepada-Nya dengan kata Allah. Pecahlah tangis kami yang saat itu berada di dalam ruangan. Ibu Lip yang dirangkul putranya tampak berusaha kuat dan tabah, sekalipun air mata tak dapat dibendung lagi.


Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Beberapa waktu sebelumnya, kepada Ibu Lip Buya sempat berkata, “Ya Allah, jika saya masih bisa bermanfaat untuk orang lain, panjangkan usia. Tapi jika kiranya sudah selesai, saya pasrah, semoga masuk dalam golongan orang-orang yang baik.”


Hati siapa yang tak guncang bagi mereka yang senantiasa menemani Buya dalam suka dan duka. Sedikit pun niat meratap tak ada, namun juga tak kuasa menyeka air mata. Sekuat hati hanya bisa bergumam bahwa Allah lebih sayang pada Buya. Berkali-kali Buya berpesan, “Jika saya nanti mati, jangan pernah menangis.”


Jum’at itu, panas terik tidak, hujan pun tidak. Sedikit saja rintikan air membasahi bumi hingga jenazah diberangkatkan dari RS PKU Muhammadiyah Gamping ke Masjid Gedhe Kauman lalu menuju ke pemakaman dengan suasana sejuk. Ribuan orang turut serta dalam melepas kepergian Buya di masjid hingga di tepian jalan sepanjang perjalanan.


Presiden RI, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Gubernur Jateng, Para Menteri, Kapolri, dan banyak lagi tokoh nasional lainnya yang turut melayat hingga sebagian mengantarkan sampai ke peristirahatan terakhir. Bahkan para tokoh lintas iman juga turut berduka cita dan hadir melayat.


Buya adalah bapak, guru, sekaligus sahabat bagi semua. Buya selalu kokoh dalam prinsip dan ilmu, konsisten dan konsekuen, sekaligus tetap merangkul, mengayomi, mendidik, egaliter, pendengar yang baik, pemaaf, serta antara ucapan dan tindakannya tidak pecah kongsi.


Setelah tepat satu dasawarsa bersama Buya (2012-2022), kini telah tiba saatnya di mana setiap jiwa yang bernyawa pasti akan berpulang. Pesan-pesan terakhir Buya menjadi satu penanda bahwa ia tengah berpamitan.


Kepada Prof Haedar Nashir pada 24 Maret 2022, Buya memesan sebidang tanah di Taman Makam Husnul Khatimah di Kulon Progo milik RS PKU Muhammadiyah Gamping. Sesungguhnya Buya bisa saja dimakamkan di pemakaman umum lainnya.


Presiden sempat menawarkan pada keluarga agar Buya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada 2015, Buya menerima penghargaan dari Negara berupa Bintang Mahaputra Utama. Namun sesuai pesan Buya, tetap di pemakaman Muhammadiyah tersebut.


Saat dalam masa perawatan di rumah sakit, Buya sempat diminta untuk dirawat di sebuah rumah sakit di Ibu Kota atau rumah sakit lainnya. Namun Buya tak ingin berpaling dari PKU Muhammadiyah Gamping. “Saya di sini saja,” kata Buya.


Sesungguhnya segala upaya terbaik bisa ditempuh untuk kesembuhan Buya, namun pilihan Buya dan keputusan keluarga tentu ada di atas pertimbangan yang matang dan telah dilakukan dengan semaksimal mungkin.


Buya ingin dirawat di rumah sakit Muhammadiyah dan dimakamkan di taman makam Muhammadiyah. Tak hanya itu saja, bahkan di hari-hari terakhir kepada Ust Ikhwan Ahada, Buya masih sempat membicarakan pembangunan gedung dakwah Muhammadiyah dengan napas yang terbatas.


Kepada beberapa kerabat, khususnya pengurus Muhammadiyah cabang Sumpur Kudus, Buya pada 23 April 2022 melalui pesan WA meninggalkan pesan yang intinya adalah untuk mengembangkan amal usaha Muhammadiyah di Sumpur Kudus.


Pesan itu disampaikan oleh Buya dengan kalimat pembuka: “Karena saya sudah semakin tua dan tidak selalu sehat, maka mohon perhatikan hal-hal berikut ini.” Lalu ditutup dengan kalimat: “Asal kita berusaha, pasti akan terbuka jalan. Percayalah, mengurus Muhammadiyah tidak akan menjadikan orang miskin.”


Dalam artikel saya sebelumnya pada 16 Mei 2022 di bawah judul Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah, Buya juga berpesan kepada Anak Panah supaya sejarah Muhammadiyah di Sumpur Kudus, kampung halaman Buya, bisa disusun dan dibukukan.


Artikel serupa tentang pesan Buya ini juga telah ditulis oleh Bung Sidiq berjudul Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii. Di hari-hari terakhirnya, Buya Syafii selalu berpesan tentang Muhammadiyah, Muhammadiyah, dan Muhammadiyah.


Itulah Buya, ia yakin bahwa dengan beramal saleh di Muhammadiyah dapat menjadi pintu untuk memajukan umat dan bangsa. Muhammadiyah tetap menyala di hati sanubari Buya hingga akhir hayatnya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’fu’anhu.


Catatan: Tulisan ini dibuat di hari ke-3 setelah suasana hati lebih siap berdamai dengan kenyataan.


_____

https://anakpanah.id/post/Nyala-Muhammadiyah-Hingga-Akhir-Hayat


Komentar Anda

Previous Post Next Post