Ustadz Nur Cholis Huda "Hidup seperti ngopi, meski pahit tetap dinikmati"

Hidup seperti Ngopi, meski Pahit Tetap Dinikmati.

oleh ; Ustadz Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.

“Hidup bagaikan minum kopi. Meskipun pahit tetap bisa dinikmati.”


Saya suka kalimat yang ditulis anak muda di medsos ini. Kalimat puitis yang enerjik dan menginspirasi. Filsafat hidup enteng-entengan.

Orang-orang yang hobi minum kopi banyak yang minum tanpa gula. Apakah tidak pahit? Tentu pahit! Tetapi pada pahitnya itulah mereka menemukan kenikmatan kopi. Kalau dicampur gula, katanya rasa kopi sudah tidak otentik, tidak asli lagi.

Hidup dengan filosofi minum kopi itu milik orang-orang yang bermental kuat. Air mata duka boleh tumpah tetapi hati tidak pernah putus asa. Kesedihan boleh menimpa berkali-kali, tetapi bisa dikalahkan oleh semangat bangkit kembali.

Alangkah manis kehidupan orang-orang bermental kuat. Dalam derita mereka justru bisa bercanda. Dalam musibah mereka bisa menertawakan diri sendiri. Menikmati kepahitan hidup seperti orang menikmati kepahitan kopi. Tetap lezat penuh semangat.

 *Pepeng Jari-Jari*

Anda masih ingat nama Pepeng “Jari-Jari RCTI”? Ini orang luar biasa dengan keluarga yang luar biasa pula. Ferrasta Soebardi alias Pepeng, asal Sumenep ini sejak tahun 2005 terkena multiple sclerosis, penyakit yang menyerang saraf otak dan membuatnya lumpuh.

Dia hanya bisa duduk di kursi roda atau terbaring lemah di tempat tidur. Namun dalam keadaan sakit Pepeng selalu bercanda terutama kepada istrinya, Utami Maryam Siti Aisyah.

Pepeng mengaku tidak sakit, hanya tidak bisa berjalan. Karena terus-menerus di tempat tidur, maka dia mengaku sebagai Bad Man, nama yang mirip Batman, sang superhero.

Meskipun tergolek di tempat tidur tetap aktif dalam banyak kegiatan. Seperti seminar, memberi motivsi, menulis, dan kegiatan sosial. Dia tetap punya penghasilan untuk keluarga.

Dalam sakitnya dia menyelesaikan S2 Psikologi di Universitas Indonesia. Semua kekuatan Pepeng tidak lepas dari dorongan Utami Maryam, istrinya.

Sejak Pepeng sakit, wanita berjilbab ini stop semua kegiatan dan fokus menemani suami. Selama 10 tahun dia merawat dengan telaten, berada di sisi Pepeng, memiringkan jika Pepeng capek terlentang, membantu buang air besar dan kebutuhan lain.

Ketika Pepeng sudah tiada, Utami dan anak-anak mengenang Pepeng dengan bangga. Pepeng dinilai meninggalkan sesatu sangat berharga kepada keluarga. Yaitu pelajaran tentang ketabahan, semangat hidup dan humor.

Hidup seperti ngopi, meski pahit tetap dinikmati.

 *Kisah Atlet Asian Para Games*

Apakah Anda sering mengeluh tentang kesulitan hidup? Mengeluh karena sakit? Mengeluh karena merasa kurang cantik? Mengeluh karena hal-hal kecil lainnya?

Jika iya, maka mari belajar dari para atlet Asian Para Games 2018. Yaitu pesta olahraga se-Asia bagi orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus. Jelasnya pertandingan olahraga se-Asia bagi orang-orang penyandang cacat.

Kita akan malu jika hidup dengan sederet keluhan, nelangsa, mau putus asa karena ada kesulitan kecil . Lalu membandingkan dengan saudara kita yang secara fisik berkekurangan namun wajah mereka nampak cerah penuh semangat hidup.

Tidak tampak wajah kusut, nelangsa atau wajah minta dikasihani. Yang ada ialah wajah penuh vitalitas hidup. Wajah tidak pernah mau menyerah pada keadaan.

Berikut ini sekadar contoh dari orang-orang yang secara fisik memiliki kekurangan tetapi bisa mengukir prestasi luar biasa. Fisik berkekurangan tetapi mental mereka mental juara.

Muhammad Fadli Imamuddin. Pria tanpa kaki kiri ini berhasil meraih tiga mendali sekaligus. Medali emas,, perak dan perunggu dari lomba cabang balap sepeda. Itu diraih setelah melewati banyak penderitaan.

Pada mulanya Fadli adalah pembalap motor yang hebat. Bukan pembalap sepeda. Kemudian sorang pembalap Thailand menabrakanya. Kaki kirinya hancur. Banyak patahan-patahan. Berkali-kali dioperasi termasuk cangkok dari kaki kanan. Tapi gagal.

Setelah tiga bulan menangisi nasib dan menyendiri di kamar, akhirnya dia bangkit. Tidak ingin anaknya yang saat itu sedang belajar berjalan melihat ayahnya seorang yang lemah.

Hidup seperti ngopi, meski pahit tetap dinikmati.

 *Pecatur Buta Kalahkan yang Normal*

Kisah lain berasal dari Edy Suryanto. Pecatur tuna netra ini mengalungkan empat medali di lehernya. Tiga emas satu perunggu. Ketika menerima bonus di istana dia berkelakar. “Saya sebenarnya menarget diri saya meraih empat medali emas, eh ternyata satu luntur jadi perunggu”. Dia tetap bercanda.

Tentu sangat sulit bagi seorang tunanetra bermain catur. Ketajaman mata harus berpindah ke jari-jari. Dia belajar memahami catur melalui papan catur khusus yang berlobang. Dia tancapkan buah catur. Dalam bermain harus terus mengingat posisi catur sendiri dan posisi catur lawan.

”Sedikit lupa posisi lawan, maka akan kalah. Karena itu lewat rabaan jari harus terus konsntrasi penuh”. kata Edy. Dengan cara itu, dia sanggup pula mengalahkan pemain catur dari lawan yang bisa melihat.

Meskipun sebagai pecatur nasional, Edy tetap meneruskan profesinya sebagai tukang pijat. “Itu memperbanyak kawan,” ujarnya.

Para atlet yang behasil meraih medali emas ini ingin mengajak keluarganya umrah ke tanah suci dari uang bonus juara. Bahkan nanti naik haji.

 *Miftahul Jannah Pertahankan Jilbab*

Miftahul Jannah adalah atlet Blind Yudo. Yakni Yudo khusus orang buta. Dia yakin bisa meraih medali emas. Tetapi impian gagal karena dia berjilbab, bahkan gagal bertanding. Terkena diskulifikasi. Aturan Faderasi Yudo Internasional melarang atlet yudo bertanding memakai tutup kepala. Alasannya untuk keselamatan atlet itu sendiri.
Miftahul diminta melepaskan jilbabnya. Nanti setelah bertanding silakan pakai jilbab lagi. Tetapi Miftahul enggan melepas jilbab. Maka tinggal satu pilihan. Bertanding tanpa berjilbab atau berjilbab tapi tidak boleh bertanding.

Miftahul memilih tidak bertanding. Memilih tidak mendapat medali dari pada harus melepas jilbab. “Ketetapan Allah tidak boleh kalah dengan medali,” katanya tega.

Kepada rekan-rekannya dia berseru bertandinglah dengan sungguh-sungguh dan harus mendapat mendali melebihi target dari pemerintah.

Atas peristiwa itu Faderasi Yudo Indonesia mengusulkan kepada Faderasi Yudo Internasional agar larangan pakai jilbab ditinjau ulang karena sudah banyak cabang bela diri lainnya tidak melarang berjilbab seperti Karate, Taekwondo, dan Wushu. Memang aturan masing-masing cabang tidak sama dalam cara bertanding.

Jika para atlet peraih medali emas itu akan umrah bersama keluarga dengan uang hasil bonusnya, bagaimana Miftahul Jannah yang gagal bertanding?

Dia justru kebanjiran hadiah umrah. Para pemberi hadiah ini tersentuh oleh keteguhan Miftahul mempertahankan keyakinannya. Dia rela melepas kesempatan meraih medali emas demi mempertahankan jilbab.

Allah Maha Baik Hati. Selalu menolong hambanya yang punya keteguhan hati.
Kita bisa belajar dari atlet para games. Mereka boleh cacat fisiknya tetapi mental mereka adalah mental juara.

 *Puasa Latihan Filosofi Kopi*

Ibadah puasa sungguhnya juga mengajarkan kita secara sederhana tentang hidup dengan filosofi minum kopi. Meskipun pahit tetap bisa dinikmati.

Haus dan dahaga bukan kondisi menyenangkan. Namun kita harus belajar menikmati kondisi itu. Tetap semangat kerja, semangat ibadah, berwajah ramah, bicara santun dan melipat gandakan kesabaran.

Fainna ma’al usri yusra, inna ma’al usri yusra. Maka sungguh bersama kesulitan ada kemudahan. Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan. (al-lnsyirah 5-6). Bersama kesedihan telah menunggu kegembiraan. Di balik penderitaan telah disiapkan kebahagiaan.

Hidup seperti ngopi, meski pahit tetap dinikmati. (*)

Komentar Anda

Previous Post Next Post