Puasa itu menahan diri ~ Abu Nasir Ketua PDM Kota Pasuruan

Puasa itu Menahan Diri

Seorang wanita di siang hari bulan ramadhan marah-marah dan mencaci maki jarimahnya. Rasul yang mulia melihatnya. Diambilnya sekerat roti dan diberikanlah kepada wanita itu.

" Makanlah ! "

" Aku puasa ya Rasulullah " kata wanita tersebut.

Rasul yang mulia menjawab :

" Bagaimana engkau berpuasa, sementara jarimah ini kau caci maki ?"

Puasa ( al- _Shaum, al-Shiyaam_ ) dalam arti menahan diri adalah _al imsaku 'an al mufthirot al ma'hudat bi qashdi al qurbah_  yaitu upaya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

Menahan diri ( _al-‎Imsak_ ) seperti itu secara harfiah dalam khazanah hukum Islam ( _Fiqh_ ), didefinisikan ‎dengan menahan diri dari makan, minum, berhubungan seks, sejak terbit fajar ‎‎(subuh) hingga terbenamnya matahari (maghrib).‎

Definisi ulama fiqh tersebut adalah ‎khas sudut pandang syari’at yang paling umum dan mendasar. Para ulama tashawuf ‎‎(sufi) memiliki pengertian yang lebih mendalam dan substantif  dengan memaknainya dari sudut pandang hakekatnya.

Jika dalam pandangan fiqh puasa adalah menahan diri dari hasrat ‎biologis seperti makan, minum, dan berhubungan seks, maka dalam ‎pandangan tashawuf, puasa tidak sekadar menahan diri dari ketiga hal yang ‎membatalkan ibadah puasa secara nyata, tetapi juga menahan segala hal ‎yang dapat merusak nilai, kualitas serta pahala ibadah puasa yang kita lakukan. ‎

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah Saw menyatakan:
“ _Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, amaliyah kotor dan kebosohan, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia ‎tahan._ ” (HR. Al-Bukhari).‎

Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitabnya, _Lathaif al-Ma’arif_ mengutip ‎sebuah pesan yang sangat bagus dari Jabir Ibn Abdillah r.a. yang menyatakan,  ‎‎“ _Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu dan ‎lisanmu dari dusta, janganlah menyakiti tetangga, hendaknya kamu penuh ‎ketenangan dan wibawa pada hari puasamu dan jangan jadikan hari puasamu ‎sama dengan hari berbukamu”.‎_

Beberapa keterangan di atas merupakan definisi puasa yang lebih ‎khusus lagi, yaitu memuasakan seluruh anggota tubuh kita dari segala hal ‎yang dapat merusak nilai serta pahala ibadah puasa yang kita lakukan.‎

Jika pengertian puasa sebagai menahan diri bisa kita terapkan dalam ‎kehidupan sehari-hari, maka kehidupan kita akan berjalan dengan baik, mulia ‎dan bermakna. ‎

Orang yang memahami hakekat puasa, maka dia akan selalu menjaga ‎dirinya, menahan dirinya dari melakukan perbuatan yang dapat merusak dan ‎merugikan diri sendiri dan orang lain.‎

Hakekatnya seseorang yang sedang menahan diri oleh sebab puasa, tidak mungkin dia mencaci maki jarimahnya, teman atau tetangganya, suami-istri dan anak-anaknya.Tidak mungkin pula ia menyimpan rasa iri,dengki, riya dan sombong serta sifat-sifat busuk lainnya.

Namun mungkin saja ada orang yang puasa secara fiqhiyah dan tujuan syariat terpenuhi. Ia tidak makan minum dan tidak berhubungan seks sehingga puasanya sah. Akan tetapi ketika disaat yang sama ia menghibah tetangga atau teman kanan kiri, menggunjing, marah-marah dan memaki-maki, maka puasa yang sah tadi bisa rusak. Ia tidak mendapatkan hakekat dari puasanya.

Kepada orang-orang semacam itulah Rasulullah hendak memberikan contoh dengan memberikan makanan kepada wanita yang puasa tetapi mulutnya mencaci-maki orang lain.

Jika setiap orang memaknai puasa tidak sebatas pada pelaksanaan ‎syariat, tetapi menyentuh aspek hakekat, maka bisa dipastikan tidak akan melakukan berbagai perkataan dan peebuatan kotor, penyimpangan dan penyelewengan.Ia akan berusaha sungguh-sungguh untuk ‎menahan diri dan menjaga dirinya dari perilaku yang tidak terpuji. ‎

Semoga kita termasuk diantara orang-orang yang benar-benar ‎berpuasa dalam arti sesungguhnya,  tidak sebatas menggugurkan kewajiban ‎dengan berhenti pada pelaksanaan syariat, tetapi juga mampu memahami dan ‎menghayati puasa hingga  makna hakekatnya.  ‎Semoga puasa, sholat dan bacaan al qur an kita diterima oleh Allah swt. aamiin

Abu Nasir
 _@RumahNarasi #Muh.co.id_
Sabtu, 25 April 2020 / 2 Ramadan 1441 H.
‎ 

‎ ‎

Komentar Anda

Previous Post Next Post