Oleh : Achmad Jainuri
Persoalan yang sering dihadapi oleh Persyarikatan dalam kaitannya dengan pengelolaan AUM adalah kekurangharmonisan hubungan antara keduanya. Meskipun, persoalan ini tidak terjadi pada semua tingkat kepemimpinan Peryarikatan dengan semua jenis amal usaha, namun beberapa kasus yang terjadi dan yang telah ditangani selama ini cukup menyita energi untuk menyelesaiakannya. Sehingga program strategis yang telah ditetapkan atau yang seharusnya dipikirkan terbengkalai realisasinya, karena berlarutnya penyelesaian. Efek domino dari penyelesaian kasus persoalan di amal usaha membawa juga pengelompokan faksi di antara anggota pimpinan Persyariakan dan diantara pengelola amal usaha di lapangan. Dari kasus yang terjadi amal usaha pendidikan dan kesehatan mendominasi munculnya persoalan seperti yang disebutkan di atas. Karenanya dua pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah: pertama, apa sesungguhnya yang menjadi faktor ketidakharmonisan hubungan tersebut; kedua, bagaimana menciptakan hubungan yang harmonis proporsional antara Persyarikatan dan amal usaha.
1. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, sejenak mari kita merenung kembali tujuan filosofis didirikannya amal usaha di bidang pendidikan dan kesehatan: 1). jika masyarakat diberikan pendidikan yang cukup maka mereka akan berdaya: paham akan nilai ajaran agamanya dan mengamalkannya secara proporsional, ibadah tidak hanya dimaknai sebagai kewajiban per se, yang setelah dilaksanakan ibadah maka gugurlah kewajiban itu, tidak ! tetapi ibadah sesungguhnya memiliki makna sosial yang sangat luas; persoalan khilafiyah akan hilang dengan sendirinya, karena itu pada awal Muhammadiyah didirikan, persoalan bid’ah, khurafat, dan takhayyul memang merupakan persoalan penting yang harus dihilangkan, tetapi tidak menjadi agenda utama Persyarikatan, agenda utama adalah menghilangkan kebodohan masyarakat (bandingkan Majlis pertama yang didirikan oleh Muhammadiyah). Karena itu, dalam menjalankan fungsinya sekolah Muhammadiyah mendapat bantuan dari berbagai pihak, termasuk Majlis yang ada dalam Persyarikatan. 2). Masyarakat harus sehat secara jasmani agar bisa melaksanakan fungsinya sebagai hamba Allah yang harus beribadah dan memenuhi kebutuhan jasmaninya dalam mengarungi kehidupan duniawi. Karena itu, dalam praktik awal rumah sakit PKU membebaskan biaya pengobatan pada mereka yang tidak mampu. Rumah sakit hanya membebani biaya pengobatan ini pada mereka yang mampu secara finansial.
Semua amal usaha pendidikan dan kesehatan bisa berjalan dengan baik karena dukungan para warga anggota Persyarikatan. Mengapa ? karena basis kekuatan ekonomi masih berada di tangan umat Muslim saat itu, termasuk mereka yang menjadi anggota Muhammadiyah. Mereka ini aktif di Muhammadiyah membawa uang, paling tidak membiayai dirinya sendiri dalam menjalankan program-program persyarikatan. (bandingkan dengan kondisi sekarang).
2. Faktor yang menimbulkan ketidakharmonisan.
1
2 / 3
Pertama, kekurangpahaman terhadap qaidah dan aturan Persyarikatan yang terkait dengan amal usaha. Ketidakpahaman ini menyebabkan masing-masing pihak bertindak tidak berdasarkan aturan yang ada, melainkan atas pertimbangan sektoral tingkat kepemimpinan Persyarikatan (masih banyak SK Kepala SMA/SMK yang dikeluarkan oleh PDM).
Kedua, Klaim tentang otoritas hanya ada pada diri sendiri. Di tingkat kepemimpinan Persyarikatan tertentu ada yang merasa paling otoritatif atas semua amal usaha di bawah daerah kewenangannya. Karena itu banyak amal usaha diperlakukan sebagai “pekerja” Persyarikatan yang tidak boleh membantah. Demikian juga ada pimpinan AUM yang karena mobilitas intelektual yang tinggi merasa tidak lagi harus pada Persyarikatan yang menaunginya. Gap ini akhirnya menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara keduanya.
Ketiga, minimnya silaturrahim. Pertemuan antara Persyarikatan dan amal usaha biasanya hanya dilakukan secara kelembagaan dan kurang secara individual; secara formal dan kurang secara informal; kurang bertegur sapa antar sesama warga Persyarikatan maupun dengan warga masyarakat secara luas. Masing-masing puas dengan sikap eksklusifitasnya. Hal ini bisa jadi karena merasa memiliki otoritas berlebihan.
Keempat, adanya kepentingan di luar Persyarikatan. Kepentingan ini bisa terjadi diantara oknum anggota Persyarikatan dan atau pengelola amal usaha. Dasarnya bukan ingin memajukan Persyarikatan melalui amal usaha, tetapi kepentingan diri yang sesaat. Karena itu konflik yang terjadi antara keduanya lebih bernuansa perebutan jabatan dan asset yang ada di amal usaha, daripada hanya persoalan perbedaan pandangan atau pendapat.
3. Usaha Menciptakan Hubungan yang Harmonis
Pertama, memahami aturan dan pedoman Persyarikatan tentang amal usaha, saling menyadari akan fungsi masing-masing di Persyarikatan maupun amal usaha. Meningkatkan kesadaran akan kepatuhan terhadap Persyarikatan. Dasar pijakan dalam melaksanakan kebijakan harus mengacu pada aturan dan qaidah Persyarikatan. Jika suatu masalah tidak ditemukan dalam aturan, maka keputusan bisa diambil melalui jalan musyawarah, antara majlis dan ortom dalam Persyarikatan maupun antara Persyarikatan dan amal usaha. Pemahaman tentang aturan dan qaidah Persyarikatan merupakan sine qua non bagi pimpinan Persyarikatan dan pengelola amal usaha.
Kedua, Tugas dan wewenang masing-masing pihak harus jelas, dan masing-masing tidak diperkenankan intervensi satu sama lain. Persyarikatan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pengelola amal usaha untuk menjalankan fungsi pengelolaan demi kemajuan amal usaha berdasarkan qaidah dan peraturan Persyarikatan. Demikian juga pengelola amal usaha tidak bisa bertindak semaunya sendiri, meskipun dengan dalih kemajuan amala usaha, dengan mengabaikan aturan dan musyawarah dengan pimpinan Persyarikatan. Pimpinan Persyarikatan tidak
3 / 3
dengan semaunya masuk pada ranah tugas, fungsi, dan kewenangan pengelola amal usaha, hanya atas dasar otoritas sebagai pimpinan Persyarikatan, kecuali kalau ada hal-hal yang menjadikan alasan pimpinan Persyarikatan boleh bertindak demikian.
Ketiga, memperbanyak dan mengintensifkan silaturrahim baik secara formal maupun informal. Dianjurkan para pengelola amal usaha bisa aktif dalam kegiatan Persyarikatan di lingkungan masing-masing. Disarankan juga mengadakan kegiatan bersama pada momen-momen tertentu guna mempererat silaturrahim, sekaligus sebagai media untuk mengetahui informasi perkembangan Persyarikatan dan wawasan tentang kemuhamadiyahan.
Keempat, Pimpinan Persyarikatan dan amal usaha hendaknya menyadari akan keterbatasan periode kepemimpinan masing-masing. Karena itu, waktu yang terbatas ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mengabdikan diri bagi program-program Persyarikatan guna memajukan masyarakat, bangsa, dan Negara. Karena itu, jenjang karir pengabdian harus diciptakan, utamanya, di amal usaha, sehingga ketenangan suasana dalam menjalankan tugas tetap kondusif dan terpelihara dengan baik. Jangan sampai terjadi bahwa ganti pimpinan Persyarikatan ganti juga pimpinan amal usaha, tanpa dasar aturan kebijakan yang jelas.
Sebagai penutup, kita semua memiliki komitmen terhadap Islam, sebagai dasar filosofis dan pandangan hidup yang harus diimplementasikan dalam semua aspek kehidupan. Dasar pandangan keagamaan kita mengacu pada Islam berkemajuan. Kedua, komitmen terhadap Persyarikatan, yakni taat dan patuh kepada semua aturan yang dikeluarkan oleh Persyarikatan dalam melaksanakan program-program Muhammadiyah. Ketiga, komitmen terhadap amal usaha, yakni mengembangkan amal usaha secara bersama.
Sidoarjo, 22 Januari 2018
Post a Comment