AGRIBISNIS jamur tiram, di Nusa Tenggara Barat, sampai saat ini masih tergolong  hal baru. Di Jawa dan Bali, bisnis ini sudah cukup lama dikenal. Di  Lombok, tidak banyak bahkan bisa dikatakan hanya satu dua saja yang  menggeluti usaha ini.

Salah satunya adalah usaha yang dirintis  Ir. M. Mahrup Kaseh sejak tahun 1989.Hingga kini usaha itu masih  bertahan dan terus melakukan inovasi pada teknik budidaya dan  pengembangan pemasarannya sehingga menjadi agribisnis yang utuh dan  mudah dilaksanakan sebagai teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.
Pengembangan teknik budidaya ini  dipermudah dengan menggunakan bibit sebar dedan dengan media yang mudah  dan murah. Alat pres dan alat sterilisasi direkayasa sendiri sehingga  mudah dilaksanakan dengan hasil yang baik. “Teknik dan alat yang  digunakan merupakan hasil pencarian terus menerus,” ungkap pensiunan PNS  ini yang mengaku, belajar membudidayakan jamur lewat buku,  potongan-potongan koran, majalah dan informasi yang ia kumpulkan.
Di Mataram, menurut, Ir. Parman, Ph.D,  Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mataram, yang selama ini peduli  dalam penelitian dan permasalahan jamur, animo masyarakat untuk  membudidayakan jamur ini terbilang kurang. “Padahal untuk komoditi  ekspor usaha ini sangat menjanjikan,” katanya.
Berbeda dengan jamur merang yang perlu  ruangan tertutup dan hangat serta kedap udara, jamur tiram tidak  memerlukan suhu tertentu atau ruang kedap udara. “Pada suhu biasa, jamur  tiram bisa tumbuh dengan baik,” lanjutnya. Jamur tiram yang umum  dikembangkan untuk budidaya biasanya berwarna putih, sementara warna  coklat dan merah muda tidak. Menyoal rasa dari jamur tersebut, ungkap  Parman, tergantung medianya. Sementara itu, untuk menghasilkan jamur  sesuai warnanya tergantung pada warna asal bibit yang ditanam.-niek
Cermati Ciri-ciri Jamur Beracun
SECARA umum, jamur termasuk dalam jenis  sayuran yang mengandung sedikit sekali protein dan hidrat arang, seperti  halnya kangkung, ketimun, kool, kembang kool, tauge, sawi. “Karena  kandungan kalorinya rendah, jamur boleh dimakan sekehendak atau bebas  tanpa memperhitungkan banyaknya,” kata Ni Nyoman Widarmini, S.K.M.  Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum, Mataram.
“Tentunya, jamur yang boleh dimakan atau  tidak beracun,” ungkap Ir. Parman, Ph.D. Menurutnya, jamur tiram, yang  berkembang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur tiram putih,  coklat dan merah muda. Jamur ini, tumbuh di kayu yang mengalami  pelapukan atau yang sudah mati, tumbuh pula di ilalang, sampah tebu dan  sampah sagu.
Jamur tersebut tidak beracun dan boleh  dimakan. Jamur yang tergolong beracun dan tidak dapat dikonsumsi,  lanjutnya, jika jamur tiram misalnya, tumbuh di kayu yang masih hidup,  tumbuh di bangkai, kotoran ayam atau binatang ternak. “Jika termakan,  jamur jenis ini akan menyebabkan keracunan dan dalam konsentrasi racun  tinggi dan bisa menyebabkan kematian,” ujarnya.
Ciri-ciri jamur beracun antara lain,  umumnya tangkai payungnya bergelang atau terdapat lingkaran menyerupai  cincin. Tapi, katanya, tidak semua yang bergelang merupakan jamur  beracun. Selain itu, aroma jamur akan terasa berbau sangat tajam, jika  dipotong terdapat cairan kekuning-kuningan dan berlendir. “Jika terdapat  tanda-tanda tersebut, sebaiknya jamur ini jangan dikonsumsi,” saran  Parman.
Jamur ini biasanya tumbuh liar,  sementara jamur yang sengaja dibudidayakan untuk dikonsumsi tentunya  jamur yang tidak beracun, jadi tidak perlu khawatir membeli jamur  apalagi yang sudah dalam kemasan.
Selain dikonsumsi dalam keadaan segar,  jamur juga kerap dikonsumsi setelah mengalami pengeringan untuk  pengawetan. Menurut Nyoman, antara jamur segar dan jamur kering terdapat  perbedaan kalori yang dikandungnya. Jamur segar dalam 100 gram di  dalamnya terdapat 15 kalori, protein 3,8 gram, lemak 0,6 gr, karbohidrat  0,9 gr, kalsium 3 mg, zat besi 1,7 mg, vitamin B 0,1 mg dan vitamin C 5  mg.
Sedangkan pada 100 gram jamur kering  terdapat 128 kalori, protein 16 gram, lemak 0,9 gr, karbohidrat 64,6 mg,  kalsium 51 mg, zat besi 6,7 mg, vitamin B 0,1 mg dan tidak mengandung  vitamin C. “Jamur segar maupun jamur kering keduanya tidak mengandung  vitamin A,” ujar Nyoman yang sudah 15 tahun bekerja di Instalasi Gizi  ini. – niek
Belum Mampu Memenuhi Permintaan
BUDIDAYA jamur tiram dengan memanfaatkan  limbah gergajian kayu yang dilakukan Mahrup, bisa dijadikan alternatif  usaha yang mempunyai prospek sangat baik. Selain memakai bahan yang  mudah dan murah, Mahrup juga membuat sendiri bibit induk dan bibit sebar  jamur tiram ini, sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan  untuk membeli bibit.
Dalam waktu dua setengah bulan bibit  tersebut sudah dapat dipakai, lebih cepat ketimbang proses yang selama  ini dikenal yang memakan waktu sekitar empat bulan. Membuat bibit induk  dan bibit sebar jamur tiram dilakukan dengan menyediakan media antara  lain dedak halus dan tepung jagung yang dicampur dan ditambahkan air  lalu dibuat adonan atau pasta (perbandingan 2:1). Media tanam dipres  dengan alat pres yang direkayasa sendiri.
Proses perawatan hingga panen dalam  budidaya jamur tiram ini juga cenderung gampang. Setelah polybag-polybag  dingin, bibit jamur tiram dimasukkan satu sendok di bagian atasnya dan  disimpan dalam ruang inkubasi. Jumlah bibit yang dimasukkan tidak akan  berpengaruh pada berat jamur yang dihasilkan melainkan proses keluarnya  jamur bisa lebih cepat, kata Mahrup. Lama kelamaan, polybag-polybag  tersebut nantinya akan kelihatan memutih di seluruh permukaannya. “Jika  sudah putih semua, polybag tersebut dapat dipindahkan ke ruang  produksi,” ujar Mahrup.
Dalam ruang produksi, perawatan  sederhana dimulai dengan membersihkan ruangan tiap pagi serta menyemprot  polybag dengan air untuk tetap menjaga kelembaban ruangan serta  merangsang tumbuhnya jamur tiram. Agar proses tumbuhnya jamur cepat,  maka kapas penutup mulut polybag dibuka beberapa sebelum jamur keluar.  Dalam waktu 15 hari dalam ruang produksi, jamur akan terlihat  bermunculan, keluar dari mulut-mulut polybag. Tidak lama setelah itu,  selang tiga hari kemudian jamur tiram pun mekar dan panen pertama pun  bisa dimulai.
Selain menjual jamur segar, Mahrup juga  menyediakan polybag-polybag berisi jamur tiram berumur sehari untuk  dijual. “Artinya, kami menjual jamur yang sudah keluar dan kemungkinan  sudah tidak lagi terkontaminasi,” katanya. Untuk pemasaran polybag jamur  siap panen ini, Mahrup memakai sistem mitra, mereka yang sengaja  membeli polybag-polybag jamur siap panen tersebut. Sampai saat ini, ia  memiliki setidaknya enam mitra yang rutin mengambil masing-masing 200  polybag tiap bulannya. Di samping itu, pemasaran dilakukan di  pasar-pasar tradisional sekitar Mataram.
Permintaan akan jamur siap panen dalam  polybag tersebut, menurutnya, sangat tinggi, hanya saja ia belum mampu  menyediakannya. Tahun 2005 ini ia telah membuat bibit lebih banyak dari  biasanya, serta sedang melakukan proses percobaan pada kemungkinan bisa  menambah berat jamur tiram saat dipanen setidaknya dua ons.
Di rumahnya, tempat budidaya jamur tiram  sampai saat ini, Mahrup telah banyak memberikan pelatihan-pelatihan  pada mahasiswa tentang budidaya jamur tiram juga sebagai tempat PKL,  sumber bahan penelitian dan konsultasi teknologi serta menjadi tempat  tujuan agrowisata yang sering dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah  di NTB. –niek
Sumber : http://permimalang.wordpress.com/2008/02/26/budidaya-jamur-tiram-lebih-mudah-dengan-media-murah/


Post a Comment